Entah kapan tepatnya rasa itu
datang. Awalnya hanya mengisi sela-sela kosong di relung hati kemudian menyebar
tak terhentikan bagai virus yang menggerogoti setiap butir sel dalam tubuh. Mungkin
memang benar hatiku terlalu luas untuk menerima beberapa, tetapi satu yang ku
tau, hatiku juga sangat cepat menyeleksi siapa yang harus dikeluarkan dalam
slot-slot yang seharusnya tidak diisi.
Dia yang sangat sulit ku
ekspektasikan. Berada di dekatnya menjadi suatu hal yang sangat ku nantikan dan
tak pernah terasa membosankan, bahkan tanpa berbincang sekalipun. Banyak hal
yang riskan untuk kami perbincangkan justru yang membuat kami semakin dekat. Ingin
sekali rasanya bersandar di bahunya, atau merasakan sentuhan lembutnya di
kepalaku. Pernah dua kali aku memimpikannya, berada sedekat mungkin dengannya,
melakukan suatu hal yang tak mungkin dapat kami lakukan di dunia nyata. Saat beberapa
hari dia pulang rasanya seperti ada yang hilang di rumah singgah kami. Ah aku
tidak bisa berlama-lama tak melihatnya. Mungkin ini semua seharusnya tak
terjadi padaku, kita terlalu berbeda, sangat berbeda. Aku sudah lelah mengelak
sejak awal bahwa kami tidak akan mungkin menjalin sesuatu yang lebih. Aku sering
sekali mengabaikan dan mengalihkan perasaanku padanya. Aku hanya ingin
menghindari sesuatu yang menurutku terlalu rumit kedepannya. Tapi apa daya, rasa
itu makin bertumbuh pesat. Setelah semua ekspektasiku terhadapnya salah total. Dia
yang benar-benar di luar dugaanku. Seseorang yang sangat sulit untuk ditolak
dan dihindari. Pertemuan dengannya menjadi suatu hal yang sangat kunanti setelah
kegiatan kami di suatu desa usai. Ingin sekali memeluknya, tapi apa daya aku hanya bisa mencubit lengannya
dan mengalihkan perasaanku ke orang lain. Yang aku tau pun saat itu dia
menyukai perempuan lain yang juga temanku. Tidak, di hari pertemuan setelah kegiatan
di desa itu aku akhirnya tau dia menyukaiku, lebih tepatnya menyayangiku. Apakah
aku senang? Ya tentu saja karena aku pun begitu. Tapi aku selalu menyadari kami
sangat berbeda. Berbeda pada titik terjauh. Aku takkan pernah
bisa memilikinya, atau mungkin saat ini aku seakan-akan hanya sedang merasa memilikinya?
Iya, karena dia selalu ada, dia di sisiku saat ini, dia yang bisa kutemui kapan
pun yang ku mau, aku membutuhkannya saat ini seperti udara yang ku butuhkan
untuk bernafas, dia yang mengisi hari-hariku, menghapus luka lama, menyayangiku
dengan setulus hati dan menjagaku semampunya. Aku tau ini hanya mimpi, suatu
hari aku harus terbangun dari mimpi ini, menjalani kenyataan yang menyakitkan,
aku tidak ingin terbangun, aku ingin selalu berada dalam mimpi ini, membawanya
lebih dekat, tak ada perbedaan yang menghalangi, di mana aku dengannya dapat
menjadi kita. Tapi aku memang harus terbangun suatu hari nanti, ku harap aku
bisa bermimpi selama mungkin, selama mungkin bersamanya, berharap mimpiku
menjadi nyata dan tak perlu takut untuk bangun. Atau apakah aku tidak perlu
bangun? Tapi mimpi itu ilusi, fana, tidak nyata, sedangkan dia terlalu nyata
buatku, kenyataan yang fana. Tuhan, mengapa harus serumit ini? Mengapa harus
dia? Mengapa dalam kondisi kami yang sangat berbeda? Apakah boleh dia yang
bukan hamba-Mu mencintaiku? Aku tau semua tidak ada yang kebetulan. Apakah bisa
aku menggenggamnya selamanya? Atau saat ini aku hanya menunggu waktu untuk
melepaskan genggamannya? Aku percaya takdirMu yang terbaik :’)
NB: berdasarkan kisah nyata seseorang yang tidak perlu tau siapa.
NB: berdasarkan kisah nyata seseorang yang tidak perlu tau siapa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar