Sudah tiga tahun berlalu sejak terkahir kali aku melepaskan genggaman tangannya. Tidak mudah menjalani hari-hari tanpa kehadirannya dan selalu dihantui oleh bayang-bayangnya. Aku tidak pernah yakin apakah aku benar sudah "move on" atau hanya berpura-pura kalau aku sudah. Kadang, sesuatu yang bernama "rindu" itu menancap, mencabik-cabik tak terkendali, merobek luka-luka yang sudah ku jahit. Sungguh, rasa sakitnya luar biasa. Aku hanya bisa menangis tertahan, menjerit dalam sunyi, meredam segala rasa yang berkecamuk. Entahlah sampai kapan aku akan seperti ini, aku pasrah.
Ini adalah tahun ketigaku tanpanya. Hari itu, aku mendapatkan kesempatan melihat kembali wajah yang selama ini menghantui mimpi-mimpi malamku. Mataku dapat kembali menatap sosok yang begitu diinginkan untuk dilihat, bibirku dapat kembali mengucap nama yang biasanya dulu sering disebut, tanganku dapat kembali merasakan tangan yang dulunya selalu digenggam erat, meski kini hanya bersalaman. Rasanya ingin kembali ku peluk tubuh besar itu, menumpahkan segala kerinduan yang selama ini terasa amat menyakitkan. Ku rasa aku benar-benar sudah gila! Ku tahan sekuat tenaga agar tidak meluap, cukup menjadi angan-anganku saja. Aku tau sedari awal saat memutuskan untuk bertemu dengannya ada konsekuensi yang harus ku terima, terima bahwa akan ada rindu-rindu selanjutnya, terima bahwa kenyataan untuk tidak bisa lagi menggenggamnya dan menjadi bagian dari hidupnya, terima bahwa semuanya memang susah benar-benar berakhir.
Tapi, nyatanya setelah pertemuan itu, aku jauh lebih lega. Aku tak perlu lagi bertanya-tanya bagaimana kehidupannya saat ini, apakah dia baik-baik saja, apakah sudah ada penggantiku, dan banyak pertanyaan yang akhirnya terjawab sudah. Kini, aku bisa berteman seperti biasanya, menghubunginya kapanpun, bercengkrama, melakukan hal-hal dan percakapan bodoh yang dulunya sering kami lakukan, dan banyak hal tanpa takut luka itu kembali.
Sekarang aku sudah benar-benar sadar bahwa yang aku inginkan darinya bukanlah Ia kembali menjadi milikku, karena dia memang masih milikku. Milikku dengan artian dia tetap sahabat baikku, bukan lagi kekasihku. Aku sudah merelakannya sebagai kekasih, karena aku sudah berada di tangan seseorang yang bisa menjagaku dengan baik yang menjadi kekasihku dunia akhirat. Aku hanya ingin dia tidak hilang, mengetahui dia baik-baik saja, dan memastikan nantinya ada seseorang yang tulus dan bisa menjaganya dengan baik, lebih baik dariku.
Kisah dari hati yang terdalam ini akan selalu ada di bagian lain di hatiku, punya tempat tersendiri, dan kubiarkan terbungkus rapi selamanya. Aku selalu belajar banyak hal darinya sehingga aku bisa jadi "Aku" yang sekarang, aku yang jauh lebih dewasa, lebih kuat, dan lebih mawas diri. Aku belajar bahwa kejujuran itu memang pahit, tapi bagaimana hati ini bisa menerima kesakitan sebagai bagian dari kenyataan. Aku juga belajar merelakan apa yang tidak akan pernah menjadi milikku. Aku benar-benar banyak belajar dari hubungan kami yg lalu.
Terima kasih untuk semuanya, Arrigo C. Hutajulu.
"No one can rewrite the stars
How can you say you'll be mine Everything keeps us apart And I'm not the one you were meant to find It's not up to you It's not up to me When everyone tells us what we can be How can we rewrite the stars?"
"No one can rewrite the stars
How can you say you'll be mine Everything keeps us apart And I'm not the one you were meant to find It's not up to you It's not up to me When everyone tells us what we can be How can we rewrite the stars?"
-Zendaya-