Apa yang harus kumulai dalam
halaman ini? Akan kumulai dengan bagaimana aku memulai kembali perjalanan
hidupku tanpa menoleh lagi ke arahnya.
Aku hanya wanita biasa yang
seringkali khilaf. Aku yang kadang tak dapat menahan perasaan yang sedang
kurasakan, aku yang seringkali melakukan hal-hal yang tak pantas untuk
dilakukan, dan aku yang pernah jatuh cinta dengan seseorang yang tak seharusnya.
“Aku yang pernah jatuh cinta
dengan seseorang yang tak seharusnya” kemudian jatuh sejatuh-jatuhnya. Sungguh sesuatu
yang memang tak sepatutnya kulakukan. Pedih setelahnya memang sangsi yang harus
kutelan bulat-bulat. Merintih kesakitan selama berbulan-bulan lamanya. Perlahan
kucoba menarik tombak yang menghujam
menembus bagian terdalam, yang menimbulkan nyeri luar biasa di dada. Ruang pikiran
yang penuh sesak akan kenangan-kenangan indah yang setiap mengingatnya membuat
lukaku kembali basah, mungin luka tersebut takan pernah mengering. Mengerang hebat
di tengah keheningan malam, ingin rasanya kubanting apa yang sekiranya bisa
kubanting, mengemis memohon kepada-Nya agar Dia mau mengembalikan sosoknya lagi
kepelukanku. Bodoh memang. Aku yang tak tahu diri ini meminta sesuatu yang
memang diambil karena untuk kebaikanku sendiri. Aku yang sepertinya tak bisa
berterima kasih dan tak mau mencoba memahami hikmah dari semua ini.
Aku ini apa? Seseorang yang
sering tidak konsisten dalam menentukan perasaan. Kadang aku sangat bersyukur
kami dipisahkan, tapi seringkali menyalahkan dan bertanya mengapa kami harus
dipisahkan. Cemburu melihat orang lain yang memiliki kisah yang sama denganku
tetapi mereka masih diijinkan bersama. Kadang aku merasa Dia tak adil. Sungguh memalukannya
diriku.
Aku ini maunya apa? Menginginkan kebahagiaan
hakiki dengan seseorang yang tak sejalur dalam hal keimanan. “Hei Fin! Kau pikir
Tuhan tidak menertawakanmu? Kau pikir Tuhan tidak akan marah terhadapmu? Kau pikir
Tuhan tidak cemburu? Bagaimana bisa kau mencintai seseorang melebihi cinta
terhadap Tuhanmu? Apa kau akan tetap memilih dia sedangkan kau sendiri hidup
dalam kasih sayang-Nya? Kau tidak malu?” hati terdalamku melayangkan begitu
banyak pertanyaan yang membuatku tersudut. “IYA AKU MALU, AKU MALU SEKALI,
SANGAT SANGAT MALU. APAKAH DIA MAU MEMAAFKAN AKU YANG SEPERTI INI? APAKAH DIA
AKAN BENAR-BENAR MENERIMAKU KEMBALI? AKU MENYESAL PERNAH MENCINTAI MAKHLUKNYA
MELEBIHI DIA YANG MENCIPTAKANKU. AKU SANGAT MENYESAL.” Isakku.
Aku sejatinya tahu bahwa
kenangan-kenangan kami takkan pernah terhapus dari ruang ingatan. Memaksakannya
untuk pergi pun merupakan kesia-siaan. Aku tak pernah menyesal bertemu
dengannya, mengenalnya, mencintainya, pernah berkorban untuknya, menjadi bagian
dari hidupnya, semua adalah hal bahagia yang tak patut kusesali sedikitpun. Banyak
sekali pelajaran dari kisahku ini, aku seharusnya tahu ini adalah cobaan
untukku. Iya, cobaan keimanan. Aku seharusnya mengerti bahwa Tuhan sangat
sangat menyayangiku sehingga Dia tidak membiarkanku terlena terlalu lama. Dia tak
membiarkanku jatuh ke titik terjauh. Dia sengaja mematahkan hatiku
sepatah-patahnya agar diriku tidak jatuh ke orang yang belum tepat. Aku harus
percaya Dia akan menggantikan sosoknya dengan seseorang yang lebih baik,
seseorang yang sudah tepat, dan yang pasti seiman.
Tuhan, maukah Engkau memaafkanku?
Maukah Engkau membimbingku lagi ke jalan-Mu? Maukah Engkau membantuku perlahan
untuk bangkit dari keterpurukan hati tanpa harus merasa perlu bantuan laki-laki
lain untuk membantuku berdiri? Maukah Engkau memberiku kebahagian dengan
mempertemukanku dengan laki-laki soleh tanpa harus menodainya dengan hubungan
yang tidak Engkau ridhoi? Maukah Engkau tetap membantuku untuk menjaga hati ini
agar tidak kembali terluka? Bahkan aku sudah tahu bahwa Engkau akan dengan
senang hati menjawab “Iya”. Sungguh aku sangat bersyukur dan berterima kasih
atas garis hidup yang telah Engkau berikan.
Untukmu yang pernah mengisi
hatiku, mencintaiku, menjagaku, melindungiku, dan melakukan segalanya untukku. Terima
kasih untukmu. Terima kasih telah hadir. Terima kasih atas kisah bahagia yang
telah kau berikan, sungguh takkan pernah kulupakan secuil pun. Kita berhasil
melalui ujian ini, kita mampu menunjukkan bahwa kita lebih mencintai Tuhan
kita, kita berusaha tidak egois untuk menggenggam apa yang memang bukan takdir
kita, kita berhasil berhenti menyakiti banyak pihak, kita berhasil mendewasakan
diri kita. Aku bangga denganmu yang seperti ini. Aku tahu kita berdua sangat
sangat terluka, biarlah, asalkan bukan Tuhan dan orangtua yang kita buat luka. Menentang
garis takdir hanyalah hal yang sia-sia. Bukan karena aku tak pantas
mendapatkanmu ataupun sebaliknya, tetapi hanya kita diciptakan bukan untuk
saling memiliki. Suatu hari kau akan bahagia dengan orang terbaik pilihan
Tuhan, yang bisa menjaga dan mengurusmu sebaik aku, mungkin lebih baik dari
aku.
Saat rindu menyeruak dan tak ada
yang bisa kulakukan. Hanya sekumpulan kalimat yang dapat kukumpulkan.
Jakarta, 7 Desember 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar