Rabu, 07 Desember 2016

Kisah Ini Kututup

Apa yang harus kumulai dalam halaman ini? Akan kumulai dengan bagaimana aku memulai kembali perjalanan hidupku tanpa menoleh lagi ke arahnya.

Aku hanya wanita biasa yang seringkali khilaf. Aku yang kadang tak dapat menahan perasaan yang sedang kurasakan, aku yang seringkali melakukan hal-hal yang tak pantas untuk dilakukan, dan aku yang pernah jatuh cinta dengan seseorang yang tak seharusnya.

“Aku yang pernah jatuh cinta dengan seseorang yang tak seharusnya” kemudian jatuh sejatuh-jatuhnya. Sungguh sesuatu yang memang tak sepatutnya kulakukan. Pedih setelahnya memang sangsi yang harus kutelan bulat-bulat. Merintih kesakitan selama berbulan-bulan lamanya. Perlahan kucoba menarik tombak yang  menghujam menembus bagian terdalam, yang menimbulkan nyeri luar biasa di dada. Ruang pikiran yang penuh sesak akan kenangan-kenangan indah yang setiap mengingatnya membuat lukaku kembali basah, mungin luka tersebut takan pernah mengering. Mengerang hebat di tengah keheningan malam, ingin rasanya kubanting apa yang sekiranya bisa kubanting, mengemis memohon kepada-Nya agar Dia mau mengembalikan sosoknya lagi kepelukanku. Bodoh memang. Aku yang tak tahu diri ini meminta sesuatu yang memang diambil karena untuk kebaikanku sendiri. Aku yang sepertinya tak bisa berterima kasih dan tak mau mencoba memahami hikmah dari semua ini.

Aku ini apa? Seseorang yang sering tidak konsisten dalam menentukan perasaan. Kadang aku sangat bersyukur kami dipisahkan, tapi seringkali menyalahkan dan bertanya mengapa kami harus dipisahkan. Cemburu melihat orang lain yang memiliki kisah yang sama denganku tetapi mereka masih diijinkan bersama. Kadang aku merasa Dia tak adil. Sungguh memalukannya diriku.  

Aku ini maunya apa? Menginginkan kebahagiaan hakiki dengan seseorang yang tak sejalur dalam hal keimanan. “Hei Fin! Kau pikir Tuhan tidak menertawakanmu? Kau pikir Tuhan tidak akan marah terhadapmu? Kau pikir Tuhan tidak cemburu? Bagaimana bisa kau mencintai seseorang melebihi cinta terhadap Tuhanmu? Apa kau akan tetap memilih dia sedangkan kau sendiri hidup dalam kasih sayang-Nya? Kau tidak malu?” hati terdalamku melayangkan begitu banyak pertanyaan yang membuatku tersudut. “IYA AKU MALU, AKU MALU SEKALI, SANGAT SANGAT MALU. APAKAH DIA MAU MEMAAFKAN AKU YANG SEPERTI INI? APAKAH DIA AKAN BENAR-BENAR MENERIMAKU KEMBALI? AKU MENYESAL PERNAH MENCINTAI MAKHLUKNYA MELEBIHI DIA YANG MENCIPTAKANKU. AKU SANGAT MENYESAL.” Isakku.

Aku sejatinya tahu bahwa kenangan-kenangan kami takkan pernah terhapus dari ruang ingatan. Memaksakannya untuk pergi pun merupakan kesia-siaan. Aku tak pernah menyesal bertemu dengannya, mengenalnya, mencintainya, pernah berkorban untuknya, menjadi bagian dari hidupnya, semua adalah hal bahagia yang tak patut kusesali sedikitpun. Banyak sekali pelajaran dari kisahku ini, aku seharusnya tahu ini adalah cobaan untukku. Iya, cobaan keimanan. Aku seharusnya mengerti bahwa Tuhan sangat sangat menyayangiku sehingga Dia tidak membiarkanku terlena terlalu lama. Dia tak membiarkanku jatuh ke titik terjauh. Dia sengaja mematahkan hatiku sepatah-patahnya agar diriku tidak jatuh ke orang yang belum tepat. Aku harus percaya Dia akan menggantikan sosoknya dengan seseorang yang lebih baik, seseorang yang sudah tepat, dan yang pasti seiman.
Tuhan, maukah Engkau memaafkanku? Maukah Engkau membimbingku lagi ke jalan-Mu? Maukah Engkau membantuku perlahan untuk bangkit dari keterpurukan hati tanpa harus merasa perlu bantuan laki-laki lain untuk membantuku berdiri? Maukah Engkau memberiku kebahagian dengan mempertemukanku dengan laki-laki soleh tanpa harus menodainya dengan hubungan yang tidak Engkau ridhoi? Maukah Engkau tetap membantuku untuk menjaga hati ini agar tidak kembali terluka? Bahkan aku sudah tahu bahwa Engkau akan dengan senang hati menjawab “Iya”. Sungguh aku sangat bersyukur dan berterima kasih atas garis hidup yang telah Engkau berikan.

Untukmu yang pernah mengisi hatiku, mencintaiku, menjagaku, melindungiku, dan melakukan segalanya untukku. Terima kasih untukmu. Terima kasih telah hadir. Terima kasih atas kisah bahagia yang telah kau berikan, sungguh takkan pernah kulupakan secuil pun. Kita berhasil melalui ujian ini, kita mampu menunjukkan bahwa kita lebih mencintai Tuhan kita, kita berusaha tidak egois untuk menggenggam apa yang memang bukan takdir kita, kita berhasil berhenti menyakiti banyak pihak, kita berhasil mendewasakan diri kita. Aku bangga denganmu yang seperti ini. Aku tahu kita berdua sangat sangat terluka, biarlah, asalkan bukan Tuhan dan orangtua yang kita buat luka. Menentang garis takdir hanyalah hal yang sia-sia. Bukan karena aku tak pantas mendapatkanmu ataupun sebaliknya, tetapi hanya kita diciptakan bukan untuk saling memiliki. Suatu hari kau akan bahagia dengan orang terbaik pilihan Tuhan, yang bisa menjaga dan mengurusmu sebaik aku, mungkin lebih baik dari aku.

Saat rindu menyeruak dan tak ada yang bisa kulakukan. Hanya sekumpulan kalimat yang dapat kukumpulkan.


Jakarta, 7 Desember 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar